Friday, February 24, 2012

Sejarah Cirebon Versi Haji Mahmud Rais

RINGKASAN SEJARAH CIREBON HAJI MAHMUD RAIS
( Terdiri dari 9 Jilid )
Jilid Pertama

Indonesia, Cirebon Selatan Mouse Pad
Setiap jilid dimulai dengan :” Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi robbil ‘alamin wassolatu wassalamu ala asrofilmursalin, sayyidina muhammadin wa ala alihi wa ashabihi wa ajwajihi waddurriyyatihi wa ahli baiti ajmain, amma ba’du”.

Jilid Pertama

Jilid pertama buku ini bercerita tentang pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyi Mas Ratu Subang Keranjang serta kisah perjalanan Walangsungsang dan Rarasantang mencari hakikat agama Islama. Adapun ringkasan ceritanya sebagai berikut :

Di desa Kerawang ada seorang guru ngaji ahli quro (pandai membaca kitab suci Al Qur’an) yang berasal dari negeri Cempa, dan dikenal dengan sebutan Syekh Quro, keturunan Syekh Zainal Abidin, dan masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Syekh Quro mempunyai seorang murid wanita bernama Nyi Mas Ratu Subang Keranjang, putri seorang Sultan Malaka Singapura.

Prabu Sliwangi mengutus patihnya untuk melamar Nyi Mas Ratu Subang Keranjang untuk dijadikan permaisuri. Ia ternyata bersedia menjadi permaisuri dengan syarat Prabu Siliwangi sendiri yang datang melamar. Persyaratan ini dipenuhi oleh sang Patih, dan suatu ketika Prabu Siliwangi datang sendiri ke Karawang.



Cirebon
Nyi Mas Ratu Subang Keranjang bersedia menjadi permaisuri dengan syarat, mas kawinnya sebuah kalung yang berangkaikan bintang kerti(tasbih). Keinginan ini dipenuhi oleh Prabu Siliwangi. Lalu, ia berangkat ke Mekah dan bertemu dengan seorang wali yang memegang tasbih yang sedang dicarinya. Ia bermaksud meminta tasbih itu. Sang wali tidak begitu saja menyerahkan tasbihnya kecuali apabila Prabu Siliwangi bersedia membaca dua kalimat syahadat. Prabu Siliwangi bersedia melakukannya. Prabu Siliwangi yang telah memeluk agama islam menikah dengan Nyi Mas Subang Keranjang dan dikaruniai tiga orang putra, masing-masing bernama Raden Walangsungsang, Nyi Mas Ratu Ayu Rarasantang, dan Rada Jaka Sengsara.

Setelah menginjak remaja, Walangsungsang dan Rarasantanag berguru agama islam di pesantren Syekh Quro di Karawang bekas ibunya berguru. Syekh Quro mengajarkan bahwa barang siapa yang suka membaca solawat tafrijah sebanyak seribu kali setiap malam selam 40 malam berturut-turut, insya Allah orang itu akan dapat bertemu dengan Nabi Muhammad SAW.

Ketika kembali ke istana kerajaan Pajajaran, Walangsungsang mengamalka apa yang diajarkan oleh gurunya denga membaca solawat tafrijiyah. Pada malam terakhir membaca solawat, ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad dan berpesan agar terus mempelajari agama islam karena tidak ada kemuliaan bagi orang yang tidak beragama islam. Ia kemudian menceritakan mimpi dan pesan yang diperolehnya kepada ayahnya. Prabu Siliwangi yang telah kembali ke agama nenek moyangnya menentang pernyataan Walangsungsang, bahwa tidak ada agama yang lebih baik selain daripada agamanya, karena agamanya adalah agama pusaka, agama turunan dari nenek moyang. Setelah terjadi perselisihan pendapat, akhirnya Walangsungsang diusir dari keraton. Dengan kesedihan yang mendalam, ia pergi meninggalkan keraton menuju ke arah tenggara dengan tujuan Gunung Merapi, suatu tempat yang dikunjungi pertama kalinya untuk mempelajari agama Islam.

Sementara itu, pada suatu malam Rarasantang sedang membaca solawat tafrijiyah, iapun bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, yang mengajarkan kalimat syahadat dan berpesan untuk menyusul kakaknya. Rarasantang memenuhi “pesan”Nabi Muhammad yang disampaikan dalam mimpinya, pagi hari itu juga ia keluar dari keraton menuju ke arah selatan. Di gunung Tangkuban Perahu, ia bertemu dengan seorang perempuan tua yang bernama Nyi Endang Sukati.

Nyi Endang Sukati berpesan agar Rarsantang berangkat menuju Argaliwung untuk menemui Ki Ajar Sakti. Ni Endang Sukati kemudian memberi hadiah benda pusaka berupa baju bernama Hawa Mulia, khasiatnya apabila baju itu dikenakan ketika berjalan, kaki tidak akan menyentuh tanah, bisa berjalan di atas air, serta tidak akan terbakar jika terkena api. Dengan menggunakan baju pusaka, ia dapat berjalan lebih cepat dari angin. Ketika tiba di Argaliwung, disitu sudah menunggu Ki ajar Sakti yang menyarankan agar ia pergi ke gunung Merapi, untuk menemui Walangsungsang yang telah menikah dengan Nyi Endang Ayu, putri Sang Hyang Danuwarsih. Setelah mendapat petunjuk Ki Ajar Sakti, Rarasantang segera menuju Gunung Merapi dan bertemu dengan kakaknya di sana.

Cerita ini diselingi dengan menceritakan keadaan keraton Pajajaran sepeninggal Walangsungsang dan Rarasantang. Nyi Mas Subang Keranjang sangat bersedih hati ditinggal oleh kedua putranya. Prabu siliwangi kemudian memerintahkan seluruh ponggawa untuk mencarinya, disertai ancaman apabila mereka kembali dengan tangan hampa akan dihukum mati.
Indonesia, Cirebon Utara Mouse Pad
Di Gunung Merapi, Sang Hyang Danuwarsih yang mengetahui bahwa maksud kedatangan Walangsungsang adalah untuk mencari agama Islam, sementara ia sendiri tidak dapat memberikan keterangan tentang agama islam dengan baik, ia hanya dapat memberikan empat macam benda : sebuah cincin bernama cincin Ampal yang dapat mengetahui segala sesuatu yang gaib, merawat segala macam benda dengan selamat, dan dapat mencapai segala maksud, sebuah baju Kamemayan yang berguna apabila baju itu dipakai, pemakainya tidak akan kelihatan oleh orang lain dan dapat menggagalkan maksud jahat, sebuah baju Pengabaran yang dapat menimbulkan keberanian dalam menghadapi musuh, dan sebuah baju Pengasihan yang membuat pemakainyadisenangi oleh semua orang. Setelah memberikan keempat benda pusaka tersebut, Sang Hyang Danuwarsih menyarnkan agar Walangsungsang pergi menemui Sang Hyang Nago yang berada di Gunung Ciangkui.

Walangsungsang bersama adik dan istrinya, segera pergi menuju gunung Ciangkui. Disana, ia bertemu dengan Sang Hyang Nago yang memberi keterangan bahwa sebenarnya ia sendiri belum mendapatkan agama Islam, nanti sebentar lagi agama itu akan tampak bahkan Walangsungsang sendiri yang akan mendapatkan dan mengembangkan ajaran agama tersebut. Lalu, Sang Hyang Nago memberikan beberapa ilmu kepada Walangsungsang untuk membantu mengembangkan agama Islam, yakni ilmu Kadewan untuk memperteguh keagamaan dan tidak dapat melupakannya; ilmu Kapilisan, agar disegani dan dikasihi oleh seluruh mahluk; ilmu Keteguhan, agar teguh, kebal dan kuat; ilmu Pengikutan yang dapat mempengaruhi segala mahluk; dan golok Cabang, yang berguna untuk menghancurkan segala macam benda. Setelah memberikan berbagai ilmu dan sebuah benda pusaka, Sang Hyang Nago menyarankan agar Walangsungsang pergi ke Gunung Numbang menemui Sang HyangNaga.
Indonesia - "CIREBON UTARA" MugIndonesia - "CIREBON" Set of 4 Mini-Mousepad Coasters
Di tempat Sang Hyang Naga, Walangsungsang diberi beberapa ilmu, yakni ilmu Kesakten(Kesaktian), ilmu Aji Tri Murti, ilmu berbuat baik, ilmu Limunan yang dapat bersembunyi di dalam terang, dan ilmu Aji Dwipa yang dapat mengetahui semua pembicaraan orang, serta beberapa buah benda pusaka, yakni Baju Waring apabila dipakai pemakainya bisa terbang, Teropong Waring apabila dipakai bisa menghilang, Umbul-umbul Waring untuk memperoleh harta benda dengan baik, dan Batok Bolu untuk dijadikan Badong (ikat pinggang). Selanjutnya, Sang Hyang Naga menyarankan agar Walangsungsang pergi ke Gunung Cangak untuk menemui Ratu Bangau.

Walangsungsang kemudian pergi ke Gunung Cangak (di desa Mundu, lima kilo meter sebelah timur kota Cirebon). Disini, ia melihat sebuah pohon besar yang dipenuhi oleh burung bangau dan ia berkeinginan untuk menangkapnya. Kemudian ia memakai baju dan topong waring lalu membuat bubu (perangkap) yang diisi oleh ikan deleg, lalu dipasang diatas pohon. Tidak lama kemudian, datanglah seekor burung bangau besar sekali hendak mematuk ikan di dalam bubu. Seketika itu juga, Walangsungsang segera menangkap burung bangau tersebut dan diancam dengan Golok Cabang. Burung bangau itu ternyata dapat berbicara, ia berkata bahwa ia dapat menunjukkan agama Islam dan akan memberi hadiah, jika dilepaskan dan tidak dibunuh. Setelah melepaskan burung bangau, tiba-tiba di sekelilingnya tampak sebuah istana yang rajanya adalah burung bangau yang telah berubah wujud menjadi seorang raja. Walangsungsang kemudian diberi tiga macam azimat, yakni panjang (sebuah piring berukuran besar), apabila ditengkurapkan akan keluar nasi kebuli beserta lauk pauknya, pendil (tempat menanak nasi); apabila diisi nasi di dalamnya, tidak akan pernah habis, dan bareng (gong kecil); apabila dipukul akan keluar sepuluh ribu prajurit, dan disarankan untuk menemui Syekh Nurjati yang berada di Gunung Jati.

Walangsungsang segera berangkat menuju Gunung Jati. Disana, ia bertemu dengan Syekh Nurjati yang mengajarkan membaca syahadat dengan arti dan maksudnya secara mendalam.

Jilid pertama buku ini ditutup dengan kalimat tammat; wallahu’alam bishowab, serta sebuah pesan yang berbunyi; apabila engkau berhajat akan menghadapi seorang kikir, atau orang yang congkak, atau orang yang mempunyai utang yang dikhawatirkan akan berbuat jahat, bacalah sebuah doa yang artinya:

“Wahai Tuhan, Engkau yang Maha Mulia dan Maha Besar dan saya adalah hamba-Mu yang rendah dan lemah yang tidak berkekuatan apa-apa melainkan dengan pertolongan-Mu. Wahai Tuhan tundukkanlah kepada saya (si fulan) seperti Engkau menundukkan firaun terhadap Nabi Musa As. Lunakkanlah hatinya seperti Engkau telah melunakkan besi terhadap Nabi Daud As. Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu melainkan dengan seizin-Mu. Nyawanya ada dalam genggaman-Mu, dan hatinya ada dalam kekuasaan-Mu. Agunglah pemuji terhadap-Mu, Wahai Zat yang lebih belas kasihan”

Bersambung...






1 comment:

  1. Salam... Referensi bagus buat yg mau belajar sejarah Cirebon!

    ReplyDelete

Mangga komentare kula tampi